
Beberapa waktu lalu, saya sempat bertemu dan berbincang dengan rekan saya satu angkatan di bangku universitas. Mahasiswa tingkat akhir seperti saya ketika bertemu dengan kawan seangkatan biasanya membahas tentang masa depan mulai dari apa yang ingin dilakukan pasca lulus, ingin bekerja dimana nanti hingga harapan untuk berkeluarga nantinya. saya sendiri ketika lulus nanti ingin bekerja selama beberapa tahun terlebih dahulu untuk kemudian menabung untuk melanjutkan studi lagi di jenjang S2. Rasa penasaran saya yang cukup mendalam membuat saya kemudian bertanya kepada kawan yang saya temui itu. �apa sih rencanamu habis lulus nanti?� tanya saya. Kawan saya ini kemudian terdiam beberapa saat dan terlihat berpikir sebelum kemudian dia memberikan jawabannya kepada diri saya. �apa ya? Belum tau juga aku. Mengalir aja seperti air lah� Jawabnya dengan santai. Mendengar jawaban ini memang rasanya tidak asing bagi diri saya karena saya yakin ada beberapa orang lain disekitar kita yang cenderung menyatakan demikian ketika dia diberi pertanyaan yang sama mengenai masa depannya. Namun perjumpaan saya dengan seseorang sekitar 2 bulan lalu yang membuat saya kemudian tidak sepakat dengan pendapat kawan saya tadi
Tepat 2 bulan lalu, aktivitas saya memang tergolong cukup padat karena di waktu itu ada beberapa project yang mengharuskan saya pergi ke beberapa wilayah di timur pulau jawa untuk melakukan penelitian sosial dan bertemu dengan beberapa orang. Dikala kesibukan saya bertemu dari satu orang ke orang lainnya itulah saya pada akhirnya bertemu dengan seseorang yang kemudian mengajak saya berbincang sejenak untuk berpikir lebih dalam mengenai apa yang selama ini masyarakat pahami. konteks perbincangannya tidak lain adalah mengenai hidup yang mengalir.
Hidup itu mengalir seakan sudah menjadi pemahaman yang lumrah di kalangan masyarakat. tidak hanya masyarakat desa, namun masyarakat kota pun beberapa ada yang memiliki pemahaman seperti ini. Di beberapa kesempatan perbincangan dengan masyarakat desa, menyiratkan bahwa bagi mereka,hidup itu mengalir saja. selama mereka bisa makan dan hidup maka itu sudah cukup bagi diri mereka dan mereka sudah tidak menginginkan hal lainnya lagi karena tinggal menjalani apa yang ada di depan mereka saja nantinya.
Begitu pula di masyarakat kota yang tanpa sadar juga memiliki mindset seperti ini. hal yang sering saya temui adalah bahwa beberapa rekan saya sendiri yang juga sebagai pemuda dan mahasiswa menerapkan pola �hidup itu mengalir� dalam kesehariannya. hasilnya sudah bisa ditebak yaitu dia tidak akan tau ke depannya ingin jadi apa dan apa yang akan dilakukannya ke depan. yang bisa dia lakukan hanya menjalani apa yang ada di depannya saja. Tidak ada yang salah memang apabila kita memaknai bahwa sebuah kehidupan itu mengalir saja,namun alangkah lebih baiknya apabila kita mencoba menelaah lebih dalam mengenai makna dari kata "hidup itu mengalir" beserta dampak positif dan negatifnya pemahaman itu bagi diri kita
Hidup itu mengalir seakan membawa kita pada sebuah mindset yang mengarahkan diri kita untuk pasrah saja atas apa yang ada di depan kita. sama ibaratnya dengan sebuah air yang mengalir dan hanya mengikuti arus dan arah yang sudah ada saja, karena ya tentu saja air tidak bisa memilih kemana dia akan mengalir. Nah,pemahaman berbeda yang saya dapatkan dari seseorang yang saya temui tadi adalah "hidup itu boleh mengalir,asalkan kita membuat paritnya juga". statement ini membuat saya cukup terpana sesaat dan selanjutnya yang saya lakukan adalah menyepakati statemen tersebut. :)
Benar sekali bahwa hidup itu memang mengalir, tapi yang harus kita ingat adalah kita juga harus membuat paritnya atau yang saya tangkap maknanya adalah kita juga harus merancang kemana arah kita ke depannya. Hal ini penting agar kita tidak asal menjalani apa saja yang ada di depan kita,melainkan kita mencoba merancang sendiri apa yang akan kita jalani nanti di masa depan.
Pada dasarnya manusia memang diharuskan untuk membuat rencana agar kehidupannya lebih terarah meskipun hasil akhirnya bukanlah manusia itu sendiri yang akan menentukan melainkan Tuhan. Namun setidaknya apabila manusia itu telah berusaha menata kehidupannya di masa depan tentu saja itu lebih baik ketimbang mereka yang hanya menjalani apa yang ada di depan mereka saat ini tanpa mencoba merencanakan kehidupan mereka di masa depan.